KISAH WAFATNYA
RASULULAH SAW
Sekedar mengingatkan kembali
tentang kisah wafatnya Rasulullah SAW
agar senantiasa kita sebagai
umatnya,mengambil hikmah sauri tauladan beliau..!
Diriwayatkan bahwa surah
AI-Maidah ayat 3 diturunkan pada waktu sesudah ashar yaitu pada hari Jumat di
padang Arafah pada musim haji terakhir [Wada].
Pada masa itu Rasulullah s.a.w.
berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak
begitu jelas menangkap isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut.
Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun
duduk perlahan-lahan.*
Setelah itu
turun malaikat Jibril a.s. dan
berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan
agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t.dan demikian
juga apa yang terlarang olehnya. Karena itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan
beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu
denganmu.”
Setelah itu Malaikat Jibril a.s.
pergi, maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke
Madinah.Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat beliau, maka
Rasulullah s.a.w. pun menceritakan apa yang telah diberitahu oleh malaikat
Jibril a.s. Ketika para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun
gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna. Agama kila telah sempuna.”
Namun ketika Abu Bakar r.a.
mendengar keterangan Rasulullah s.a.w. itu, maka ia tidak dapat menahan
kesedihannya maka ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis
dengan kuat. Abu Bakar ra. menangis dari pagi hingga malam.
Kisah tentang Abu Bakar r.a.
menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para
sahabat di hadapan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah
yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Seharusnya
kamu berasa gembira sebab agama kita telah sempurna.” Mendengarkan pertanyaan
dari para sahabat maka Abu Bakar r.a. pun berkata: “Wahai para sahabatku,
kalian semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kalian tahu
bahawa apabila sesuatu perkara itu telah sempurna menunjukkan bahwa perpisahan
kita dengan Rasulullah s.a.w telah dekat. Hasan dan Husin menjadi yatim dan
para isteri nabi menjadi janda.”
Setelah mereka mendengar
penjelasan dari Abu Bakar r.a. maka sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata
Abu Bakar r.a., lalu mereka menangis. Tangisan mereka telah didengar oleh para
sahabat yang lain, maka mereka pun terus beritahu Rasulullah s.a.w. tentang apa
yang mereka lihat itu. Berkata salah seorang dari para sahabat: “Ya Rasulullah
s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami mendapati banyak
orang menangis dengan suara yang kuat di hadapan rumah beliau.” Ketika
Rasulullah s.a.w. mendengar keterangan dari para sahabat, maka berubahlah muka
Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a..
Sesampainya Rasulullah s.a.w.
sampai di rumah Abu Bakar r.a. maka Rasulullah s.a.w. melihat para sahabatnya
sedang menangis dan bertanya: “Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua
menangis?.” Kemudian Ali r.a. berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., Abu Bakar r.a.
mengatakan dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah
dekat. Benarkah ini ya Rasulullah?.” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata: “Semua
yang dikatakan oleh Abu Bakar r.a. adalah benar, dan sesungguhnya masa untuk
aku meninggalkan kamu semua telah hampir dekat.”
Abu Bakar r.a. mendengar
pengakuan Rasulullah s.a.w., maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia
jatuh pingsan, sementara Ali r.a. pula gemetar seluruh tubuhnya. Dan para
sahabat yang lain menangis dengan sekuat-kuatnya yang mereka mampu..
Pada saat sudah dekat ajal
Rasulullah s.a.w., beliau menyuruh Bilal azan untuk mengerjakan shalat, lalu
berkumpul para Muhajirin dan Anshar di masjid Rasulullah s.a.w.. Kemudian
Rasulullah s.a.w. menunaikan shalat dua raka’at bersama semua yang hadir.
Setelah selesai mengerjakan shalat beliau bangun dan naik ke atas mimbar dan
berkata: “Allhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang
nabi yang diutus dan mengajak orang kepada jalan Allah dengan izinnya. Dan saya
ini adalah sebagai saudara kandung kalian, yang kasih sayang pada kalian semua
seperti seorang ayah. Oleh karena itu kalau ada yang mempunyai hak untuk
menuntutku, maka hendaklah ia bangun dan balaslah saya sebelum saya dituntut di
hari kiamat.”
Rasulullah s.a.w. berkata
demikian sebanyak 3 kali kemudian bangunlah seorang lelaki yang bernama
‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata: “Demi ayahku dan ibuku ya Rasulullah s.a.w,
kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali sudah tentu saya tidak
mau melakukan hal ini.” Lalu ‘Ukasyah berkata lagi: “Sesungguhnya dalam Perang
Badar saya bersamamu ya Rasulullah, pada masa itu saya mengikuti unta anda dari
belakang, setelah dekat saya pun turun menghampiri anda dengan tujuan supaya
saya dapat mencium paha anda, tetapi anda telah mengambil tongkat dan memukul
unta anda untuk berjalan cepat, yang mana pada masa itu saya pun anda pukul
pada tulang rusuk saya. Oleh itu saya ingin tahu sama anda sengaja memukul saya
atau hendak memukul unta tersebut.”
Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai
‘Ukasyah, Rasulullah s.a.w. sengaja memukul kamu.” [Rasulullah SAW melakukan
pemukulan tersebut karena beliau tidak ingin dikultuskan oleh manusia termasuk
sahabatnya itu. pen] Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal r.a.:
“Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku ke mari.”
Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah Fatimah sambil meletakkan tangannya di
atas kepala dengan berkata: “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas
[diqishash].”
Setelah Bilal sampai di rumah
Fatimah maka Bilal pun memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah r.a.
menyahut dengan berkata: “Siapakah di pintu?.” Lalu Bilal r.a. berkata: ]“Saya
Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. untuk mengambil tongkat
beliau.” Kemudian Fatimah r.a. berkata: “Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta
tongkatnya.” Berkata Bilal r.a.: “Wahai Fatimah, Rasulullah s.a.w. telah
menyediakan dirinya untuk diqishash.” Bertanya Fatimah. r.a. lagi: “Wahai
Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah
s.a.w.?.” Bilal r.a. tidak menjawab pertanyaan Fatimah r.a., segeralah Fatimah
r.a. memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun membawa tongkat itu kepada
Rasulullah S.A.W.
Setelah Rasulullah S.A.W.
menerima tongkat tersebut dari Bilal r.a. maka beliau pun menyerahkan kepada
‘Ukasyah. Bilal masuk sambil membawa cambuk dan memberikannya kepada Rasulullah
saw. Setelah itu, Bilal kembali ke tempat duduknya sambil menatap tajam Ukasyah
bin Muhsin. Namun, yang ditatap tetap tampak tenang dan tetap bergeming oleh
kegelisahan di sekelilingnya. Orang seperti apakah Ukasyah ini? Bagaimana ia
bisa sampai hati menuntut Rasul saw. untuk menerima cambukannya? Bukankah
Ukasyah juga tahu bahwa beliau saw. tidak sengaja? Bukankah Ukasyah juga tahu
bahwa memaafkan itu jauh lebih mulia? Bukankah Ukasyah juga melihat bahwa
Rasulullah saw. saat itu sudah berusia enam puluh tiga tahun? Bukankah keimanan
Ukasyah kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai pejuang Badar sudah tidak diragukan
lagi? Kenapa bisa begini ya, Ukasyah? Kenapa? dipenuhi pikiran seperti itu,
para sahabat Anshar dan Muhajirin menatap bolak-balik antara Rasulullah saw. dan
Ukasyah dengan perasaan tegang. Ketegangan itu berubah menjadi keheningan yang
mencekam ketika Rasulullah saw. memberikan cambuknya kepada Ukasyah. Begitu
tangan Ukasyah bin Muhsin meraih cambuk dan menguraikannya dengan tenang dan
perlahan, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab berdiri serempak. Sorot
mata keduanya yang biasa tenang kini menyala seperti sedang berhadapan dengan
musuh di medan tempur. Mereka berdua berkata, “Hai Ukasyah! Kami sekarang
berada di hadapanmu! Pukul dan qisaslah kami berdua sepuasmu dan jangan
sekali-kali engkau pukul Rasulullah saw.!” Suasana jadi mencekam sejenak karena
Ukasyah tampak tidak mempedulikan mereka. Sementara Abu Bakar dan Umar tetap
berdiri menantang. Namun, dengan lembut, Rasulullah saw. berkata kepada kedua
sahabat terkasihnya itu, “Duduklah kalian berdua. Allah telah mengetahui
kedudukan kalian.” Hanya karena Rasulullah saw yang berkatalah, maka Abu Bakar
dan Umar duduk. Namun, mata mereka tetap menatap Ukasyah. Tiba-tiba, seseorang
kemudian berdiri pula dan kembali menatap Ukasyah dengan pandangan menantang.
Orang ini juga sangat dikasihi Rasulullah saw, lelaki gagah itu adalah Ali bin
Abi Thalib yang langsung berkata, “Hai Ukasyah! Aku ini sekarang masih hidup di
hadapan Nabi saw. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil
kesempatan qisas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qisaslah aku
dengan tanganmu dan deralah aku semaumu dengan tangan engkau sendiri!” Namun,
Ukasyah seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Ali r.a. Tangannya terlihat
semakin erat menggenggam cambuk. Setelah Ali berkata begitu, Rasulullah saw.
cepat-cepat menukasnya dan meminta Ali kembali duduk, “Allah Swt. telah tahu
kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali!”
Setelah itu cucu Rasulullah Hasan
dan Husin bangun dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu
bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah s.a.w., kalau kamu menqishash kami sama
dengan kamu menqishash Rasulullah s.a.w.” Mendengar kata-kata cucunya
Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai buah hatiku, duduklah kalian berdua.”
Berkata Rasulullah s.a.w. “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau kamu hendak
memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., anda telah memukul
saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Maka Rasulullah s.a.w. pun membuka baju,
terlihatlah kulit baginda yang putih dan halus maka menangislah semua yang
hadir.
seketika ‘Ukasyah melihat tubuh
badan Rasulullah s.a.w. maka ia pun mencium beliau dan berkata; “Saya tebus
anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah s.a.w. siapakah yang sanggup memukul anda.
Saya melakukan begini karena saya hendak menyentuh badan anda yang dimuliakan
oleh Allah s.w.t dengan badan saya. Dan Allah s.w.t. menjaga saya dari neraka
dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Dengarlah kamu
sekalian, sekiranya kamu hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya.”
Kemudian semua para jemaah
bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting
itu. Setelah itu para jemaah pun berkata: “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan
yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi derajat yang tinggi dan
bertemankan Rasulullah s.a.w. di dalam syurga.”
Ketika ajal Rasulullah s.a.w
hampir dekat maka beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Siti Aisyah r.a.
dan beliau berkata: “Selamat datang kamu semua semoga Allah s.w.t. mengasihi
kamu semua, saya berwasiat kepada kamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada
Allah s.w.t. dan mentaati segala perintahnya. Sesungguhnya hari perpisahan
antara saya dengan kamu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya
seorang hamba kepada Allah s.w.t dan menempatkannya di syurga. Kalau telah
sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abas hendaklah
menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya. Setelah itu
kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri apabila kamu semua menghendaki,
atau kafanilah aku dengan kain yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku,
maka hendaklah kamu letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku
ini. Setelah itu kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang
akan menshalatkan aku ialah Allah s.w.t [bahasa kiasan. pen], kemudian yang
akan menshalati aku ialah Jibril a.s, kemudian diikuti oleh malaikat Israfil,
malaikat Mikail, dan yang terakhir malaikat lzrail berserta dengan semua para
pembantunya.Setelah itu baru kamu semua masuk bersama-sama mensholati aku.”
Manakala para sahabat mendengar
ucapan yang sungguh menyayat hati itu maka mereka pun menangis dengan nada yang
keras dan berkata: “Ya Rasulullah s.a.w. anda adalah seorang Rasul yang diutus
kepada kami dan untuk semua, yang mana selama ini anda memberi kekuatan dalam
memimpin kami dan sebagai Rasul yang meluruskan perkara kami. Apabila anda
sudah tiada nanti kepada siapakah yang akan kami tanya setiap persoalan yang
timbul nanti?.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Dengarlah para sahabatku,
aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan
telah aku tinggalkan kepada kamu semua dua penasehat yang satu pandai bicara
dan yang satu diam. Yang pandai bicara itu ialah Al-Quran dan yang diam itu
ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kamu, maka
hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Quran dan Hadis-ku dan apabila hati kamu
keras maka lembutkan dia dengan mengambil pelajaran dari mati.”
Setelah Rasulullah s.a.w. berkata
demikian, maka sakit Rasulullah s.a.w. berawal. Dalam bulan safar Rasulullah
s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Menurut
riwayat bahwa Rasulullah s.a.w. diutus pada hari Senin dan wafat pada hari
Senin. Pada hari Senin penyakit Rasulullah s.a.w. bertambah berat, setelah
Bilal r.a. selesaikan azan subuh, maka Bilal r.a. pun pergi ke rumah Rasulullah
s.a.w.. Sesampainya Bilal r.a. di rumah Rasulullah s.a.w. maka Bilal r.a. pun
memberi salam: “Assalaarnualaika ya rasulullah.” Lalu dijawab oleh Fatimah
r.a.: “Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.” Setelah Bilal r.a.
mendengar penjelasan dari Fatimah r.a. maka Bilal r.a. pun kembali ke masjid
tanpa memahami kata-kata Fatimah r.a. itu.
Ketika waktu subuh datang, lalu
Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah s.a.w. dan memberi salam seperti
permulaan tadi, kali ini salam Bilal r.a. telah di dengar oleh Rasulullah
s.a.w. dan baginda berkata; “Masuklah wahai bilal, sesungguhnya penyakitku ini
semakin berat, oleh itu kamu suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat subuh
berjamaah dengan mereka yang hadir.” Setelah mendengar kata-kata Rasulullah
s.a.w. maka Bilal r.a. pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan
di atas kepala dengan berkata: “Aduh musibah.” Sesampai di masjid maka Bilal
r.a. pun memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah s.a.w. katakan
kepadanya.
Abu Bakar r.a. tidak dapat
menahan dirinya apabila ia melihat mimbar kosong maka dengan suara yang keras
Abu Bakar r.a. menangis sehingga ia jatuh pengsan. Melihat peristiwa ini maka
riuh rendah dalam masjid, sehingga Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Fatimah
r.a.; “Wahai Fatimah apakah yang telah terjadi?.” Maka Fatimah r.a. pun
berkata: “Kekacauan kaum muslimin, sebab anda tidak pergi ke masjid.” Kemudian
Rasulullah s.a.w. memanggil Ali r.a. dan Fadhl bin Abas, lalu Rasulullah s.a.w.
bersandar kepada keduanya untuk pergi ke masjid. Setelah Rasulullah s.a.w.
sampai di masjid maka beliau pun bershalat subuh bersama dengan para jamaah.
Setelah selesai shalat subuh maka
Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai kaum muslimin, kamu semua sentiasa dalam
pertolongan dan pemeliharaan Allah, karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa
kepada Allah s.w.t. dan mengerjakan segala perintahnya. Sesungguhnya aku akan
meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di
akhirat dan hari terakhir aku di dunia.”
Setelah berkala demikian maka
Rasulullah s.a.w. pun pulang ke rumah beliau. Bunda Aisyah memandang Rasulullah
saw. dengan penuh sayang. Biasanya, hati Bunda Aisyah dipenuhi kekaguman akan
kegagahan suaminya tercinta itu. Sekarang, hati Bunda Aisyah dipenuhi rasa iba
melihat suaminya itu dalam keadaan lemah dan sakit. Ingin rasanya Bunda Aisyah mencurahkan
segala apa yang ada dalam dirinya untuk mengembalikan tenaga dan hidup
suaminya. Namun, setelah kembali dari masjid, Rasulullah merasa bahwa setiap
saat, badan beliau menjadi bertambah lemah. Hari itu tanggal 8 Juni tahun 632
M. Beliau meminta sebuah bejana berisi air dingin. Kemudian, meletakkan tangan
beliau ke dalam air itu dan mengusapkan air ke wajahnya. Ada seorang laki-laki
anggota keluarga Abu Bakar yang berkunjung dan membawa siwak. Beliau saw.
memandang siwak itu demikian rupa yang menunjukkan bahwa beliau ingin bersiwak.
Maka, Bunda Aisyah melunakkan ujung siwak itu dengan giginya, dan Rasulullah
saw. pun menggosok dan membersihkan gigi beliau [Ini yang di maksud dalam
Hadits bahwa ludah Bunda Aisyah bertemu dengan ludah Rasulullah SAW]. Kemudian
Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail: “Wahai lzrail, pergilah kamu
kepada kekasihku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut
rohnya maka hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut. Apabila
kamu pergi ke rumahnya maka minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan
kamu masuk, maka masuklah kamu ke rumahnya dan kalau ia tidak izinkan kamu
masuk maka hendaklah kamu kembali padaku.”
sesudah malaikat lzrail mendapat
perintah dari Allah s.w.t. maka malaikal lzrail pun turun dengan menyerupai
orang Arab Badui. Setelah malaikat lzrail sampai di depan rumah Rasulullah
s.a.w. maka ia pun memberi salam,Tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara
orang berseru mengucapkan salam,"Bolehkah aku masuk?"Tanya si tetamu
itu, ketika puteri Rasulullah,Fatimah az-zahra membuka pintu.
Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya."maafkanlah,ayahku sedang deman" kata Fatimah.Pintu di
tutup dan beliau kembali menemani ayahnya yang sedang berbaring di pembaringan.
Kemudian malaikat lzrail mengulangi lagi salamnya, dan kali ini seruan malaikat
itu telah didengar oleh Rasulullah s.a.w
Rasululullah memandang puterinya
itu dan bertanya,"siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayah,baru
sekali ini saya melihatnya." tutur Fatimah lembut.Lalu,Rasulullah menatap
wajah puterinya itu dengan padangan yang menggetarkan.Renungannya cukup sayu
seolah-olah bahagian demi bahagian wajah putrinya itu hendak dikenang. Bertanda
bahwa beliau akan segera berpisah dengan putri kesayanganya itu.
"Ketahuilah anakku bahwa dialah
yang mehapuskan kenikmatan sementara dialah yang memisahkan pertemuan di
dunia.Dialah malaikat maut." Kata-kata Rasulullah menyebabkan Fatimah
ditimpa kesedihan yang amat sangat.
Ketika Rasullullah s.a.w.
mendengar tangisan Fatimah r.a. maka beliau pun berkata: “Janganlah kamu
menangis wahai anakku, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan
bertemu denganku.” Fatimah-pun tersenyum. Kemudian Rasulullah s.a.w. pun
menjemput malaikat lzrail masuk. Maka malaikat lzrail pun masuk dengan mengucap:
“Assalamuaalaikum ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah s.a.w. menjawab: “Wa alaikas
saalamu, wahai lzrail engkau datang mengunjungiku atau untuk mencabut rohku?”
Maka berkata malaikat lzrail: “Kedatangan saya adalah untuk mengunjungimu dan
untuk mencabut rohmu, itupun kalau anda izinkan, kalau anda tidak izinkan maka
aku akan kembali.” Berkata Rasulullah s.a.w.: “Wahai lzrail, di manakah kamu
tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Saya tinggalkan Jibril di langit dunia,
semua para malaikat sedang memuliakan dia.” [Malaikat Jibril adalah salah satu
malaikat yang memiliki kedudukan paling utama].”Bolehkah aku minta Jibril untuk
turun?” Kata Rasulullah SAW pada Izrail.
Tidak beberapa saat kemudian
Jibril a.s. pun turun dan duduk dekat kepala Rasulullah s.a.w. Melihat
kedatangan Jibril a.s. maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai Jibril,
tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat” Berkata Jibril a.s.: “Ya aku memang
tahu.” Rasulullah s.a.w. bertanya lagi: “Wahai Jibril, beritahu kepadaku
kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah s.w.t.” Berkata Jibril a.s.:
“Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat bersusun rapi
menanti rohmu dilangit. Semua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan Semua
bidadari sudah berhias menanti kehadiran rohmu.”
Berkata Rasulullah s.a.w.:
“Alhamdulillah, Namun sesungguhnya, bukan itu yang kutanyakan. wahai Jibril,
gembirakanlah aku dengan keadaan umatku pada hari Kiamat nanti.” [Inilah orang
yang begitu mulia. Pada saat ajalnya telah menjelang dan diberi kabar gembira
tentang kehormatan yang akan diterimanya di langit, justru ia baru akan bisa
gembira jika telah mendengar kabar tentang nasib umatnya nanti,betapa besarnya
kasih sayang Rasulullah saw. kepada kita] Kemudian Jibril berkata lembut
menghibur dan menenangkan, “Aku beri engkau kabar gembira bahwa Allah Swt.
telah berfirman, 'Sesungguhnya, Aku telah mengharamkan surga bagi semua Nabi
sebelum engkau memasukinya terlebih dahulu. Allah mengharamkan pula surga itu
kepada sekalian umat manusia sebelum umatmu terlebih dahulu memasukinya.”
[Betapa ruginya manusia yang dilahirkan sebagai umat Rasulullah SAW namun tidak
taat pada risalahnya]. Maka, menarik napas legalah Rasulullah saw. Beliau
bersabda, “Sekarang, barulah senang hatiku dan hilang susahku.” Kemudian,
Rasulullah saw. menoleh kepada Malaikat Maut dan bersabda: “Wahai lzrail,
dekatlah kamu kepadaku.”
Setelah itu Malaikat lzrail pun
memulai tugasnya, ketika roh nya sampai di dada, maka Rasulullah s.a.w. pun
berkata: “Wahai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati” Jibril a.s. memalingkan
pandangan dari Rasulullah s.a.w. ketika mendengar kata-kata beliau itu. Melihat
tingkah laku Jibril a.s tersebut .maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai
Jibril, apakah kamu tidak suka melihat wajahku?” Jibril a.s. berkata: “Wahai
kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat wajahmu dikala kamu dalam
sakaratul maut?”
Anas bin Malik r.a. berkata:
“Ketika roh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada beliau telah bersabda: “Aku
wasiatkan kepada kamu agar kamu semua menjaga shalat dan apa-apa yang telah
diperintahkan ke atasmu.” Ali r.a. berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w.
ketika menjelang saat-saat terakhir, telah mengerakkan kedua bibir beliau
sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah s.a.w.
berkata: “Umatku, umatku.”
Hikmah dari kisah :
- Rasulullah adalah pemimpin yang
bertanggung jawab dan tidak dzolim sehingga beliau merelakan tubuhnya untuk di
qisash (di hukum balas),karena beliau takut pernah mendzolimi orang lain.
- Rasulullah adalah pemimpin yang
sangat di cintai umat dan para sahabatnya sehingga ketika mengetahui ajal Rasul
sudah dekat menangislah semua sahabat.
- Rasulullah sangat mencintai
kita sebagai umatnya sehingga detik-detik terakhir menjelang wafat beliau
berkata ummati,ummati sampai tiga kali,bukan keluarga beliau ataupun
Istri-istri beliau.
- Kematian adalah peristiwa yang
dahsyat,sampai-sampai malaikat maut dengan lembut mencabut Roh baginda
Rasulullah pun masih terasa sakit.